JawaPos.com – Pabrik gula di Jawa Timur kekurangan suplai bahan baku tebu. Kendalanya adalah keterbatasan lahan. Karena itu, perlu ada solusi untuk memperluas area penanaman tebu.
Komisaris Utama PTPN XI Dedy Mawardi mengatakan, kunci peningkatan produktivitas tebu adalah ketersediaan lahan. Dia membantah bahwa turunnya produksi gula disebabkan faktor pabrik.
Untuk mengatasi kendala itu, menurut Dedy, PTPN perlu bersinergi dengan Perhutani. Khususnya terkait pengadaan lahan tebu dengan memanfaatkan lahan milik Perhutani.
“Sinergi antar BUMN ini, Perhutani dengan PTPN XI, sebenarnya ada sejak 2017. Melalui kerja sama agroforestry,” ucapnya akhir pekan lalu.
SEVP Operational PTPN XI Agus Setiono mengatakan, ada 1.834 hektare lahan yang bisa dimanfaatkan di Jatim. Lahan itu tersebar di wilayah Madiun, Ngawi, dan Bojonegoro.
“Dari jumlah tersebut, yang bisa tertangani hingga saat ini sekitar 800 hektare karena kendala teknis. Kendala itu sudah kami bahas dengan Perhutani dan akan terus kami perluas,” terangnya.
Sampai akhir September, ada sekitar 3,6 juta ton tebu yang digiling. Sementara itu, produksi gula kristal putih mencapai 256 ribu ton. Tahun sebelumnya, produksinya mencapai 285 ribu ton. Jumlah itu akan bertambah karena ada beberapa pabrik yang masih melakukan proses giling.
Terpisah, Direktur PTPN X Aris Toharisman mengatakan bahwa pabrik gula (PG) PTPN X akan mengakhiri giling pada 20 Oktober 2020. Sejalan dengan akhir musim giling itu, realisasi produksi gula tahun ini diperkirakan hanya sekitar 80 persen dari target.
“Tidak tercapainya produksi gula terutama disebabkan jumlah tebu yang digiling hanya sekitar 3,32 juta ton. Atau, 90 persen dari rencana sebanyak 3,65 juta ton,” urainya.
Aris menambahkan, kualitas tebu yang digiling juga tidak sebagus tahun lalu. Itu terlihat dari penurunan angka rendemen yang merosot. Jika tahun lalu rata-rata rendemen tebu PTPN X mencapai 8,03 persen, tahun ini hanya 7,02 persen.
“Penurunan jumlah tebu dipengaruhi menyusutnya lahan tebu di Jatim maupun secara nasional,” paparnya.
Credit: Source link