Regulasi Baru KKP untuk Perdagangan Arwana Dikeluhkan Pengusaha

JawaPos.com – Pengusaha dan pedagang yang tergabung dalam Perhimpunan Arwana Indonesia (Perarin) menyoroti dampak regulasi terbaru yang diterbitkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bagi perdagangan ikan arwana. Mereka menilai, Kepmen Nomor 1 Tahun 2021 tentang jenis ikan yang dilindungi dan Kepmen Nomor 85 Tahun 2021 tentang patokan jenis ikan dilindungi untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berdampak terhadap jual beli arwana.

“Dua Kepmen Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut membuat proses izin serta biaya pembuatan surat angkut ikan arwana menjadi dobel dan menyulitkan,” kata Wakil Ketua Perarin Anto, dikutip dari Antara.

Sebelum ada regulasi baru itu, kata Anto, pihaknya hanya memroses surat izin angkut ikan arwana super red untuk pasar domestik maupun mancanegara hanya melalui BKSDA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dia merinci, untuk pasar dalam negeri, Surat Angkut Tanaman & Satwa Dalam Negeri (SATS-DN) dikenakan biaya sebesar Rp 35.000 per dokumen. Sedangkan untuk pasar luar negeri (CITES) dikenakan biaya sebesar Rp 50.000 per dokumen yang ditambah biaya Rp 20.000 per ekor.

Setelah regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan terbit pada September 2021 kemarin, pengusaha dan pedagang arwana mesti membayar untuk blanko atau Surat Angkut Jenis Ikan Dalam Negeri (SAJI-DN) yang dikenakan biaya sebesar Rp 540.000 per dokumen ditambah biaya Rp 20.000 per ekor.

Sedangkan untuk Surat Angkut Jenis Ikan Luar negeri (SAJI-LN) per dokumen dikenakan pungutan sebesar Rp 840.000 ditambah biaya Rp 20.000 per ekor.

“Selain biaya pengeluaran jadi berlipat-lipat, peraturan baru itu menjadikan proses pembuatan dokumen memakan waktu lebih lama dari yang biasanya dua atau tiga hari menjadi empat hari atau lebih,” ujar Anto.

Menurutnya, peraturan baru tersebut diberlakukan terlalu dini tanpa sosialisasi dan diskusi terlebih dahulu dengan pengusaha maupun pedagang arwana. Pihaknya meminta agar pengurusan surat izin angkut ikan arwana super red tetap berada di BKSDA.

“Jika pembuatan dokumen angkut diambil alih Pengelolaan Sumber Daya Pesisir & Laut (PSPL) Kementerian Kelautan dan Perikanan, kami meminta kesiapan semua perangkat yang ada di instansi tersebut agar perizinan dipermudah,” tutupnya.


Credit: Source link