JawaPos.com – Publik menilai kenaikan sejumlah harga pangan, bahan bakar minyak (BBM) serta pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan ketidakberpihakan kepada rakyat. Pasalnya, hal tersebut menjadi beban yang kini ditanggung oleh masyarakat.
Terkait hal tersebut, Ketua Bidang Keuangan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Anggawira menilai bahwa pemerintah berada pada posisi dilema. Khususnya untuk BBM jenis Pertamax yang jauh dari harga keekonomian membuat Pertamina merugi.
“Mau nggak mau ya karena hara minyak terus naik kan, tidak ada cara lain selain menaikkan untuk mencapai keekonomisan. Jangankan di Indonesia, di negara-negara lain aja naiknya udah lebih parah. Jadi menurut saya, ya mau tidak mau,” ungkap dia ketika dihubungi JawaPos.com, Minggu (10/4).
“Pemerintah kan berat juga untuk (subsidi) terlalu tinggi, gimana rumusannya. memang memicu inflasi dan banyak hal, tapi its the only way, nggak ada cara lain,” sambungnya.
Untuk substitusi BBM ini, menurutnya pemerintah dapat mempercepat penggunaan bahan bakar listrik untuk kendaraan pribadi dan umum. “Satu-satunya cara itu aja, karena kan dalam APBN gap antara realisasi lifting minyak kita masih tinggi kan, jadi mau tidak mau,” imbuhnya.
Untuk kenaikan harga bahan pokok, hal itu karena adanya peningkatan permintaan, di sisi lain suplai untuk pasar terhambat yang membuat lonjakan tersebut. Terkait dengan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, hal ini pun tidak dapat dipungkiri.
“Ini kan banyak dasar perhitungan, pemerintah butuh income, berat sih memang, untuk pengusaha ada kenaikan PPN walaupun 1 persen. Ini cara yang sudah dipikirkan pemerintah, salah satunya dengan kenaikan PPN ini, kalau dibandingkan negara tetangga itu kita lebih rendah, karena rata-rata 15 persen, tapi ya keliatan kecil tapi impact kumulatif,” pungkas Angga.
Credit: Source link