Diskusi soal Kejaksaan Agung di TVRI
Jakarta, Jurnas.com – Sejumlah pensiunan Jaksa yang tergabung dalam Keluarga Besar Purna Adhiaksa berharap Presiden Jokowi tidak memilih Jaksa Agung dari Partai Politik.
Mantan Direktur Penyidikan Kejagung Chairul Imam mengatakan, Presiden Joko Widodo hendaknya memilih jaksa agung dari figur yang kompeten, diutamakan jaksa karir, dan sangat memahami seluk-beluk tata kelola di Kejaksaan Agung.
“Jaksa agung semestinya dari figur yang benar-benar independen dan memiliki rekam jejak baik dan bersih, sehingga dalam kerjanya dapat menegakkan supremasi hukum secara tegas dan berkeadilan,” kata Chairul Imam.
Pendapat ini disampaikan dalam diskusi media dengan Topik Kriteria Jaksa Agung yang Dikehendaki Keluarga Besar Purna Adhyaksa di Kompleks TVRI, Senayan, Jakarta Pusat.
Selain Mantan Direktur Penyidikan Kejagung Chairul Imam, hadir juga dalam diskusi itu Mantan JAM Pidsus Kejagung Sudhono Iswahyudi, Mantan Puspenkum Kejagung Barman Zahir, Praktisi Hukum Petrus Selestinus, dan moderator Juliaman Saragih.
Menurut Chairul, jaksa agung seharusnya tidak dipilih seperti menteri kabinet yang akan membuat kebijakan dan keputusan politik. Jaksa agung mestilah sosok yang mampu membuat keputusan hukum, bukan keputusan politik.
Pengajar pada Pusat Pendididikan dan Latihan (Pusdiklat) Kejaksaan ini menambahkan, jaksa agung berbeda dengan menteri kabinet karena
bertanggung jawab terhadap teknis dan administratif pada setiap tingkatan kejaksaan.
“Karena itu, jaksa agung hendaknya figur yang kompeten dan sangat memahami seluk-beluk tata kelola kejaksaan,” tegasnya.
Kalau keputusan politik di bidang hukum, kata dia, ada pada Menteri Hukum dan HAM serta pejabat eselon satu di Kementerian Hukum dan HAM. Pada cabang kekuasaan yudikatif, Kejaksaan Agung itu seperti direktorat jenderal tapi lebih besar karena itu jaksa agung harus sangat paham seluk-beluk tata kelola Kejaksaan Agung.
Sementara itu, Pakar Hukum Petrus Selestinus belihat dari sisi pengamatan dan harapan, bahwa publik menginginka jaksa agung yang punya kekuatan sebagai lembaga yudikatif. Tidak semata-mata tunduk pada presiden.
“Harus diingat, jaksa menjalankan fungsi penegakan hukum dengan kewenangan luar biasa besar.
Dia bisa berpolitik dalam konteks politik penegakan hukum, walaupun bukan politik praktis,” jelas Petrus.
Ketika masyarakat menunggu kehadiran negara dalam penegakan keadilan hukum, lanjut Petrus, kejaksaan harusnya muncul. Tapi dalam Nawacita Jokowo selama ini jaksa agung tidak muncul.
“Jaksa agung kalau di hadapan presiden harus bisa tegak, tak boleh bungkuk-bungkuk,” tegasnya.
“Dengan kekuasaan KPK saat ini, harusnya kejaksaan lebih kuat dari itu. Tapi sayangnya kok jaksa agung jadi melempem. Padahal harusnya ini lembaga yang sangat kuat,” ucapnya.
Adapun Mantan Puspenkum Kejagung Barman Zahir menyampaikan saran kepada presiden tentang 6 (enam) kriteria yang harus dimiliki oleh seorang jaksa agung.
Pertama, setia dan taat kepada Pancasila dan UUD 1945; Kedua, memiliki integritas moral yang tinggi dan tidak punya afiliasi politik tertentu.
Ketiga, penguasaan bidang hukum; Keempat, penguasaan manajemen birokrasi pemerintahan/kejaksaan; Kelima, berwawasan luas dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keenam, memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan departemen, Iembaga Negara, instansi dan organisasi lain.
TAGS : Jaksa Agung Purna Adhyaksa Menteri
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin