Bupati Halmahera Timur, Rudi Erawan saat menjadi saksi sidang di Pengadilan Tipikor
Jakarta - Terpilihnya Amran HI Mustary sebagai kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara diduga amis kolusi. Dugaan kolusi itu melibatkan sejumlah politikus PDIP, Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudy Erawan, dan petinggi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal itu mengemuka dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap terdakwa Rudy Erawan. Rudy diketahui didakwa menerima suap Rp 6,3 miliar dari Amran. Suap itu terkait bantuan Rudy untuk menjadikan Amran HI Mustary sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Diungkapkan jaksa, Rudy bertemu dengan Amran di Jakarta pada 2015. Saat itu Amran meminta agar Rudy membantu pencalonan dirinya sebagai kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Kepada Rudy Amran berjanji akan memberi bantuan jika dirinya menjabat sebagai Kepala BPJN. Amran juga berjanji akan mengusahakan program-program Kementerian PUPR masuk ke wilayah Halmahera Timur dan akan memberikan uang kepada Rudy.
“Terdakwa bersedia membantu dan menyampaikan, `Nanti ada pendekatan dengan orang yang punya akses ke dalam`,” ungkap jaksa Iskandar Marwanto saat membaca surat dakwaan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Merspon permintaan Amran, Rudy bertemu Edwin Huwae selaku Ketua DPRD Provinsi Maluku. Rudy yang juga sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI Perjuangan Maluku Utara itu kemudian meminta Edwin membantu pencalonan Amran sebagai pejabat di PUPR.
Kemudian Rudy dalam pertemuan selanjutnya dengan Amran mengatakan bahwa usulan pencalonan tersebut akan diserahkan ke DPP PDI Perjuangan melalui Fraksi PDI Perjuangan.
Rudy kemudian menyarankan Amran agar berkomunikasi dengan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto. Rudy kemudian bertemu Bambang Wuryanto di ruang Fraksi PDI Perjuangan pada Mei 2015.
Saat itu, Rudy menyerahkan curriculum vitae (CV) Amran. “Sebagai bahan pertimbangan pencalonan Amran menjadi kepala BPJN,” tutur jaksa.
CV Amran itu kemudian diserahkan Bambang kepada Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota Fraksi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi V DPR. Kepada Damayanti, Bambang meminta dan mengusulkan pencalonan Amran kepada Kementerian PUPR.
Menyikapi permintaan tersebut, Damayanti yang saat ini menjadi pesakitan kasus suap proyek di PUPR ini kemudian menyampaikan usulan itu kepada Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojon dan Direktur Jenderal Bina Marga, Hedyanto W Husaini.
Atas bantuan pihak-pihak tersebut, termasuk Rudy, Amran akhirnya dilantik sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Sebagai kompensasi, Amran memberikan uang kepada Rudy.
Uang suap untuk Rudy itu dikumpulkan Amran dari sejumlah kontraktor. Adapun kontraktor yang urunan memberikan uang yakni Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng; Henock Setiawan; Hong Arta John Alfred; dan Charles Frans alias Carlos.
TAGS : Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Halmahera Timur
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/35815/Seluk-Beluk-Kolusi-Politikus-PDIP-dan-Petinggi-PUPR-di–BPJN-IX/