JawaPos.com – Industri keuangan syariah di tanah air mencatat pertumbuhan kinerja yang menggembirakan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, hingga September 2020, total aset keuangan syariah mencapai Rp 1.710,16 triliun. Jumlah yang fantastis itu bahkan belum termasuk nilai saham syariah.
Ani, sapaannya, menyebutkan, nominal itu setara dengan USD 114,64 miliar dengan market share mencapai 9,69 persen. Dia memerinci, total aset itu, antara lain, aset perbankan syariah sebesar Rp 575,85 triliun, industri keuangan bukan bank yang syariah sebesar Rp 111,44 triliun, dan pasar modal syariah sebesar Rp 1.022,87 triliun.
“Yang cukup menarik dalam kondisi yang sangat menekan akibat Covid-19, intermediasi perbankan nasional cenderung mengalami penurunan, sedangkan kinerja perbankan syariah cenderung stabil dan tumbuh lebih tinggi dibandingkan bank konvensional,” ujarnya melalui virtual conference Selasa (29/12).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, jumlah aset perbankan syariah naik 10,97 persen jika dibandingkan dengan konvensional yang sebesar 7,7 persen. Artinya, pertumbuhan aset perbankan syariah lebih tinggi.
Demikan juga dengan dana pihak ketiga (DPK) dari keuangan syariah mencapai 11,56 persen. Naik tipis jika dibandingkan dengan DPK konvensional 11,4 persen.
Sementara itu, transaksi saham syariah pada periode Januari–Juni 2020 naik 26 persen jika dibandingkan dengan periode tahun lalu. Transaksi saham syariah pada 2020 adalah sebanyak 633 ribu, naik dari tahun lalu yang sebanyak 501 ribu transaksi. Volume transaksi saham juga naik 57 persen, dari 3,9 miliar saham di 2019 menjadi 6,2 miliar saham di 2020.
Secara umum, industri keuangan syariah tumbuh mengesankan selama tiga dasawarsa atau sejak berdirinya bank syariah pada 1992. Namun, Ani berharap kualitas industri syariah bisa meningkat dan memiliki daya saing, terutama dari sisi sumber daya manusia (SDM).
Dari hitungannya, setiap tahun ada 40 ribu lebih lulusan dari pendidikan ekonomi dan keuangan syariah. Jumlah yang besar itu jika tidak dibarengi dengan kualitas yang mumpuni akan menimbulkan persoalan. Dengan demikian, dia ingin lulusan tersebut memiliki kompetensi teknis yang sesuai dan dibutuhkan industri.
“Tidak sedikit SDM yang diambil bahkan dari lembaga keuangan konvensional. Karena mereka paham industri, paham konsumen, dan memiliki pengalaman memadai,” imbuh dia.
Terpisah, Abra P.G. Talattov, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), menilai, penggabungan usaha (merger) tiga bank syariah pelat merah menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk akan menunjang pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah. Tantangannya adalah harus melakukan penetrasi lebih.
“Merebut dalam tanda kutip segmen pasar nasabah bank konvensional,” kata Abra secara virtual kemarin. Begitu pula kualitas layanan dan infrastruktur yang perlu ditingkatkan.
Keputusan pemerintah menggabungkan tiga bank syariah itu mendorong jumlah aset menjadi lebih gemuk. Praktis, bank syariah BUMN juga naik kelas. Dari sebelumnya kelas BUKU II naik jadi BUKU III.
“Masuk jajaran 10 bank terbesar di Indonesia,” imbuhnya.
Abra berharap Bank Syariah Indonesia berdaya saing untuk merebut pasar bank konvensional di luar 6 persen sehingga dapat meningkatkan market share 15 sampai 18 persen dalam tiga tahun ke depan.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar mestinya menjadi modal. Dari sisi potensi, sumber dana yang besar. Misalnya, haji, umrah, dan pensiun itu.
ASET LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Perbankan: Rp 575,85 triliun
Industri keuangan nonbank: Rp 111,44 triliun
Pasar modal: Rp 1.022,87 triliun
Total: Rp 1.710,16 triliun
Sumber: Kementerian Keuangan
Editor : Estu Suryowati
Reporter : (dee/han/c12/dio)
Credit: Source link