JawaPos.com – Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyoroti ketersediaan stok beras oleh pemerintah yang ditugaskan kepada Perum Bulog. Menurutnya, pada proses kebijakan stok atau penyimpanan beras akan berujung pada turunnya mutu beras.
Yeka memaparkan, sekitar 300 hingga 400 ribu ton beras di gudang Bulog berpotensi turun mutu. Jumlah tersebut merupakan stok beras dari tahun 2018-2019 yang didapat dari penyerapan lokal maupun impor di tahun 2018. Ia menyebut, jika ada beras yang tidak lagi layak konsumsi, kemungkinan negara akan merugi Rp 1,25 triliun.
“Siapa yang mesti bertanggung jawab, kalau benar-benar nggak bisa dikonsumsi?” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (24/3).
Yeka menjabarkan, selama ini jalur distribusi beras Bulog sudah mulai dipangkas. Apalagi setelah program beras sejahtera alias Rastra dihentikan per 2016 dan digantikan menjadi program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Melalui kebijakan itu, pemerintah telah mengurangi distribusi beras yang ada di gudang Bulog. Di sisi lain, Bulog tetap diminta untuk menyerap produksi gabah dalam negeri untuk dijadikan beras. Hal itu yang menjadi sorotan Ombudsman. Sebab, 2016 Perum Bulog kehilangan outlet terbesarnya karena program Rastra menjadi BPNT.
Pihaknya memandang terdapat kebijakan yang tidak sinkron lantaran penyerapan beras di Bulog tak diiringi dengan kebijakan penyalurannya. Hal ini disebut bisa merugikan negara bahkan mematikan Bulog. Menururnya, seharusnya stok Bulog juga boleh dijual komersil dalam jumlah banyak.
“Di satu sisi Bulog mesti serap produk gabah dalam negeri selama setahun penuh,” ungkapnya.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Romys Binekasri
Credit: Source link