JawaPos.com – Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) telah resmi disahkan oleh DPR RI dalam rapat paripurna, Selasa (18/1) lalu. Proses pembahasan UU IKN banyak dikritisi, karena dinilai terburu-buru dan sangat cepat.
Pakar hukum tata negara, Fahri Bachmid menyampaikan, UU IKN yang belum lama ini disahkan melalui rapat paripurna berpotensi memunculkan masalah serius secara konstitusional. Dia pun melihat jika ada masyarakat yang dirugikan terkait UU IKN, bisa mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“MK dapat saja membatalkan sebuah pengaturan terkait pranata yang tidak dikenal, baik dalam konteks tidak dikenalnya nomenklatur otorita dalam UUD Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 maupun konsep serta paradigma yang memang sangat berbeda maupun tidak dikehendaki dalam rumusan konstitusi,” kata Fahri dalam keterangannya, Minggu (23/1).
Menurut Fahri, konsep otorita IKN berpotensi tidak sejalan dengan paradigma pemerintahan daerah sesuai desain konstitusional sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945. Karena rumusan konstitusionalnya mengatur, konsep, struktur, bentuk serta mekanisme secara baku dan diatur dalam ketentuan Pasal 18 Ayat (1) sampai Ayat (7).
“Hal demikian itu menjadi sangat sulit secara teknis ketatanegaraan, jika pemerintah dan DPR RI mencoba untuk membangun rumusan serta konsep lain dengan metode ekstensifikasi atau perluasan makna selain dari teks konstitusi yang ada dengan menjadikan pijakan konstitusi untuk memaknai konsep Otorita seolah-olah masih berada dalam rumpun serta ekosistem konsep pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam UUD 1945 saat ini,” ucap Fahri.
Fahri mengungkapkan, rumusan konstitusional berdasarkan ketentuan Pasal 18 tersebut, mengatur tentang pembagian dan susunan tata pemerintahan daerah Indonesia. Pembagian pemerintahannya terdiri dari Provinsi, Kabupaten dan kota, sebagaimana diatur Undang-undang.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link