VW sebut tantangan terbesar transisi EV adalah produksi baterai

Jakarta (ANTARA) – Chief Financial Officer Volkswagen (VW) Arno Antlitz berpendapat tantangan sebenarnya dari transisi ke kendaraan listrik (EV) di Eropa adalah produksi dan rantai pasok baterai yang cukup untuk memberi daya pada kendaraan.

“Ini adalah tujuan yang menantang. Kami pikir itu bisa dilakukan. Topik yang paling menantang bukanlah meningkatkan pabrik mobil. Topik yang paling menantang adalah meningkatkan rantai pasokan baterai,” kata Antlitz dikutip dari Reuters, Sabtu.

Hal tersebut menyusul kesepakatan Uni Eropa untuk menghapus mobil bermesin pembakaran hanya dalam waktu 12 tahun demi memerangi perubahan iklim. Uni Eropa juga mengharuskan mobil baru yang dijual di blok tersebut untuk mengeluarkan nol CO2 mulai tahun 2035.

Baca juga: VW belum berencana hidupkan kembali pabrik di Rusia

Kebijakan tersebut akan membuat perusahaan otomotif untuk tidak mungkin menjual mobil bermesin pembakaran internal (ICE).

Komisi Eropa pertama kali mengusulkan kebijakan tersebut pada musim panas lalu, yang bertujuan untuk memangkas emisi pemanasan planet dekade ini. Terdapat kemungkinan proposal itu akan menjadi undang-undang Uni Eropa.

VW telah mengatakan akan berhenti menjual mobil bermesin pembakaran di wilayah tersebut sesuai dengan tanggal target, namun, beberapa pembuat mobil yang tertinggal jauh dalam perlombaan untuk mengembangkan kendaraan listrik seperti Toyota, mungkin kesulitan untuk memenuhinya. Pembuat mobil Jepang menolak berkomentar lebih lanjut.

Fokus pada baterai

Pembuat mobil besar telah berlomba untuk mengamankan pasokan sel baterai, tetapi menemukan bahan baku baterai yang cukup mungkin menjadi masalah yang lebih besar.

Kegagalan untuk mendapatkan pasokan lithium, nikel, mangan, atau kobalt yang memadai dapat memperlambat peralihan ke EV, membuat kendaraan tersebut lebih mahal dan mengancam margin keuntungan pembuat mobil.

Chief Executive Officer Stellantis Carlos Tavares mengatakan bulan lalu dia memperkirakan kekurangan baterai EV akan melanda industri otomotif pada 2024-2025 karena produsen mencoba meningkatkan penjualan EV sambil tetap membangun pabrik baterai baru.

Tavares mengatakan keputusan UE “bukan kejutan” bagi perusahaan. “Jadi, bagi kami itu bukan kabar baik, juga bukan kabar buruk, itu persis asumsi yang kami miliki dalam rencana kami.”

Rencana itu menyerukan agar Stellantis hanya menjual EV di Eropa pada tahun 2030.

Tavares berada di Tremery, Prancis untuk mengumumkan rencana percepatan produksi motor listrik di pabrik yang telah bertahun-tahun menjadi operasi produksi mesin diesel terbesar di dunia.

Kesepakatan Uni Eropa di Luksemburg dicapai setelah lebih dari 16 jam negosiasi, dengan Italia, Slovakia, dan negara-negara lain menginginkan penghentian itu ditunda hingga 2040.

Negara-negara akhirnya mendukung kompromi yang mempertahankan target 2035 dan meminta Brussel untuk menilai pada 2026 apakah kendaraan hibrida dapat memenuhi tujuan tersebut.

Proposal 2035 dirancang agar, secara teori, semua jenis teknologi mobil seperti hibrida atau mobil yang menggunakan bahan bakar berkelanjutan dapat mematuhinya, selama itu berarti mobil tersebut tidak memiliki emisi karbon dioksida.

Tinjauan Komisi 2026 akan menilai kemajuan teknologi apa yang telah dibuat dalam mobil hibrida untuk melihat apakah mereka dapat memenuhi tujuan pada 2035.

Baca juga: Aplikasi pihak ketiga mobil terkoneksi rentan pencurian data

Baca juga: Ducati jalin kerjasama dengan VW untuk pasar Argentina

Baca juga: Mercedes-Benz, VW optimis penuhi larangan mesin pembakaran di UE 2035

Pewarta:
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022

Credit: Source link