JawaPos.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memeriksa Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisa pada Selasa (22/6). Pemeriksaan pucuk pimpinan BKN ini tidak lain untuk digali keterangannya terkait laporan dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyatakan, pihaknya menggali terkait gagasan atau ide munculnya TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hal ini perlu didalami, lantaran Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang sudah diminta keterangan tidak bisa menjawab isu tersebut.
“Kita tanya tentang siapa sih sebetulnya yang punya gagasan ini. Pilihan TWK seperti ini dari siapa sebetulnya, tujuannya apa kita kan ingin tahu,” kata Damanik di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/6).
Damanik menyampaikan, keterangan KPK yang diwakilkan Nurul Ghufron dinilai belum mampu menjelaskan rinci terkait munculnya ide TWK. Sehingga hal ini perlu di dalami untuk menambah titik terang dugaan pelanggaran HAM dalam TWK.
“Apakah ini memang satu pilihan yang tepat sejalan dengan keputusan UU, keputusan MK misalnya, apakah sudah sejalan seperti itu,” papar Damanik.
Baca Juga: Ditertawakan Karena Pekik Merdeka, Mega Kini Budayakan Salam Pancasila
Berdasarkan laporan yang disampaikan pegawai KPK, sambung Damanik, pelaksanaan TWK dinilai merugikan. Terlebih banyak pegawai yang sudah lama bekerja memberantas korupsi di KPK.
“Itu yang mereka minta kepada Komnas HAM memberikan klarifikasi terhadap senua itu. Klarifikasi mereka, mereka anggap itu hak mereka,” ujar Damanik.
Oleh karena itu, keterangan Kepala BKN Bima Haria Wibisana dianggap penting untuk menambah data dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
“Tempo hari masih banyak keterangan dari staf (BKN) yang belum mencukupi, menurut kita belum bisa memberikan klarifikasi yang terang sebetulnya ide ini dari siapa. Instrumen yang dipilih bagaimana cara mereka menilai, asesornya bagaimana kan perlu kita klarifikasi,” tegas Damanik.
Smentara itu, Kepala BKN Bima Haria Wibisana belum memberikan keterangan terkait kehadirannya ke Komnas HAM. Bima memilih masuk melalui pintu belakang, berbeda dengan sejumlah pihak yang sebelumnya pernah dipanggil Komnas HAM, seperti Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang masuk ke kantor Komnas HAM dari pintu depan.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sebelumnya membantah tidak mengetahui penggagas ide TWK alih status pegawai menjadi ASN. Ghufron merupakan perwakilan Pimpinan KPK yang telah diperiksa Komnas HAM pada Kamis (17/6).
“Perlu saya klarifikasi, bahwa tidak benar pernyataan komisioner Komnas HAM Choirul Anam yang menyatakan saya tidak tahu siapa yang menggagas ide TWK,” kata Ghufron dalam keterangannya, Jumat (18/6).
Ghufron menjelaskan, muncul ide asesmen TWK saat rapat bersama antara KPK dengan sejumlah stakeholder di Gedung DPR RI pada 9 Oktober 2020. Menurutnya pegawai KPK yang beralih status menjadi ASN harus memenuhi syarat berideologi Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan pemerintah yang sah.
“Sudah saya jelaskan bahwa pemenuhan syarat kesetiaan terhadap ideologi Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan pemerintah yang sah sangat diatur dalam Pasal 3 huruf b, itu sudah dibahas sejak pertemuan KPK bersama stakeholder di ruang nusantara pada tanggal 9 Oktober 2020, pada saat itu sudah dipertanyakan apakah cukup dengan penandatangan pakta integritas kesetiaan terhadap NKRI,” tegas Ghufron.
“Dari diskusi tersebut terus berkembang dan bersepakat mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu untuk menjadi ASN ada Test Kompetensi Dasar dan Test Kompetensi Bidang,” sambungnya.
Menurut Ghufron, dalam Test Kompetensi Dasar terdapa tiga aspek antara lain Test Intelegensi Umum (TIU), Test Karakteristik Pribadi (TKP) dan Test Wawasan Kebangsaan (TWK). Dia menyebut, Test Kompetensi Bidang adalah test untuk menunjukkan kompetensi bidang pekerjaannya.
“Hal tersebut kemudian disepakati dalam draft Rancangan perkom KPK pada tanggal 21 Januari 2021 yang di sampaikan ke Kemenkumham untuk diharmonisasi, draft tersebut disepakati dan ditanda tangani lengkap oleh Pimpinan KPK setelah dirapatkan bersama segenap struktural KPK,” papar Ghufron.
Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini menuturkan, pegawai KPK tidak lagi melakuka test TIU. Karena pada saat rekrutmen menjadi pegawai tetap dan tidak tetap KPK, sudah dilakukan, sehingga tidak perlu dilakukan assesmen intelegensi dan integritas.
“Karena dokumen hasil test tersebut masih ada tersimpan rapi di biro SDM, sehingga cukup dilampirkan. Juga test kompetensi bidangnya tidak dilakukan lagi, karena mereka sudah mumpuni dalam pemberantasan korupsi,” ungkap Ghufron menandaskan.
Editor : Dimas Ryandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link