Ada Perang Dagang, Airlangga Dorong Indonesia Produksi Vaksin Mandiri

JawaPos.com – Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan di tengah pandemi virus korona, saat ini negara-negara lain bersaing untuk memproduksi vaksin Covid-19.

Menurut Airlangga, saat ini ada persaingan dagang baru berupa politik vaksin Covid-19 oleh negara barat dan timur. Sehingga hal ini perlu dicermati oleh pemerintah.

“Dunia saat ini dihadapkan pada persaingan barat dan timur yang baru sesudah perang dagang, kini berlanjut kepada geo vaksin politik,” ujar Airlangga dalam pidato kebangsaan yang digelar CSIS Indonesia secara daring, Selasa (10/8).

Airlangga menuturkan, untuk wilayah barat dikomandoi oleh Amerika Serikat yang membuat kebijakan di luar aturan main organisasi. Kemudian timur diukuasai Tiongkok yang dipolitikan dengan menetapkan persyaratan mobilitas dengan menggunakan vaksin tertentu.

“Terutama untuk persyaratan mobilitas atau perjalanan. Amerika dan sekutunya mengenyampingkan apa yang diatur WHO ataupun WTO dengan sekutunya, demikian pula untuk timur itu Tiongkok melakukan persyaratan menggunakan vaksin dari Tiongkok,” tambahnya.

Oleh sebab itu, Menteri Koordintor Bidang Perekonomian ini mendorong agar Indonesia bisa memproduksi vaksin Covid-19 mandiri di tengah persaingan dagang antara barat dan timur tersebut.

“Maka Indonesia perlu merespons dengan cepat, dengan mendorong pembuatan vaksin mandiri,” katanya.

Selain itu, Airlangga mengatakan pemerintah terus melakukan vaksinasi kepada masyarakat Indonesia dengan target 2-2.5 juta per hari. Diharapkan bulan Agutus 2021 ini ini target 2 juta vaksin disuntikan bisa terlaksana.

“Tidak ada negara yang memiliki pengalaman dalam pengendalian Covid-19 ini apalagi saat ini muncul berbagai varian Delta yang penularannya sangat cepat. Bapak presiden mengamanatkan untuk respons cepat,” ungkapnya.

Diketahui Indonesia telah mengembangkan sejumlah vaksin Covid-19 lokal. Salah satunya adalah Vaksin Merah Putih yang saat ini tengah dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Editor : Dimas Ryandi

Reporter : Gunawan Wibisono


Credit: Source link