Atasi Stunting, Jokowi Perlu Tiru Posyandu Zaman Soeharto

by

in
Atasi Stunting, Jokowi Perlu Tiru Posyandu Zaman Soeharto

Posyandu (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com – Pemerintah dinilai perlu memberikan perhatian khusus terhadap gerakan Posyandu, sebagai program ujung tombak menurunkan angka stunting di Indonesia.

Janji Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto untuk menggiatkan kembali Posyandu dinilai tidak cukup tanpa langkah konkret di lapangan.

Presiden Joko Widodo juga disarankan meniru kiat sukses Posyandu di zaman Presiden RI ke-2 Soeharto.

Dinda Srikandi Radjiman, peneliti kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI), menilai sudah selayaknya pemerintah memberi perhatian khusus bagi program Posyandu.

Pasalnya, Posyandu terbukti secara komprehensif sebagai pendeteksi awal, penanganan, pencegahan, serta konsultansi.

Baca juga.. :

“Artinya, Posyandu merupakan garda terdepan upaya pencegahan stunting. Ini yang perlu dijabarkan dalam rencana aksi secara konkret di lapangan,” kata Dinda di Jakarta, pada Minggu (15/12).

Menurut dia, peran strategis Posyandu terbilang sukses di masa Soeharto. Tidak ada salahnya jika pemerintahan saat ini mencontoh kiat sukses tersebut.

“Artinya, tidak ada salahnya jika Posyandu diberi perhatian khusus dan digerakkan lagi. Dalam arti, perhatian khusus itu bisa berupa anggaran yang memadai untuk menggerakkan program di lapangan. Sebab, jangan salah karena people moved by incentives dari pemerintah,” jelas dia.

Dinda menilai kekuatan utama Posyandu ada di deteksi awal dan kader di lapangan. Deteksi awal itu terkait dengan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi seiring berjalannya usia, sehingga masalah atau bila ada abnormalitas pertumbuhan anak di usia 0 – 23 bulan paling utama dapat terdeteksi di Posyandu.

“Bayangkan bila tidak terdeteksi, dampaknya akan lebih parah dan berkelanjutan,” tegas Dinda.

Selain itu, lanjut dia, kekuatan Posyandu dibanding cara lain ialah dengan keberadaan kader. Menurut Dinda, seluruh intervensi di Indonesia ini kuncinya ialah penggerak.

“Kader adalah aset berharga dalam menyukseskan upaya penurunan stunting via Posyandu. Karena itu, pemerintah harus mulai memikirkan bagaiman reward dan mekanisme insentif yang cukup agar mereka bisa bergerak. Misal dengan memfasilitasi biaya mobilitas mereka untuk mendatangi warga masyarakat di wilayah binaannya,” papar Dinda.

Masalah stunting dinilai makin krusial sehingga Presiden Jokowi memberikan tugas khusus kepada Menkes di pemerintahan periode keduanya.

Bahkan, tidak main-main, Jokowi menargetkan angka stunting di bawah 16 persen dalam lima tahun ke depan, jauh di ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20 persen.

Menanggapi target tersebut, Menkes mengaku sudah melakukan observasi di lapangan dan ternyata solusinya cukup mudah. Simpel, program Posyandu harus kembali digiatkan lagi.

“Saya yakin ini adalah tugas yang luar biasa, tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan ini. Kita syukuri dan saya harapkan tidak menjadi beban, justru suka cita. Justru hal yang menantang, pengalaman baru. Kami senantiasa mendukung apapun yang dibutuhkan,” terang Menkes beberapa waktu lalu.

“Program promotif preventif menjadi bekal di depan, untuk selalu mencegah penyakit, menggiatkan kembali Posyandu, serta memberikan edukasi kepada masyarakat terutama kasus-kasus stunting,” imbuh Menkes.

Menkes mengakui pihaknya telah melakukan observasi di lapangan dan akan terus melakukan pengecekan di daerah. Bahkan, hingga ke daerah yang terluar, tersulit, dan terpencil di Indonesia.

Posyandu harus digiatkan lagi. Komunikasi antara ibu-ibu menjadi baik, tidak ngerumpi saja, tapi menolong bayi-bayi, menolong saling membantu pemberian peningkatan gizi,” ujar Menkes Terawan.

Program Posyandu yang akan digiatkan kembali oleh Menkes Terawan merupakan program pemberdayaan rakyat kecil berbasis komunitas yang diprakarsai Presiden kedua RI Soeharto.

Pada era 1984, pemerintahan Presiden Soeharto memperkenalkan Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), yaitu pengembangan kesehatan anak mulai dari penimbangan badan dan mengatasi kekurangan gizi.

Posyandu mempunyai lima program, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), keluarga berencana (KB), gizi, penaggulangan diare, dan imunisasi. Keberhasilan program Posyandu di era Orde Baru pernah mendapat apresiasi dari asosiasi kesehatan publik di Amerika Serikat.

Terkait program Posyandu, Ibu Negara Iriana Joko Widodo sempat memuji peran para kader Posyandu dan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dalam menurunkan angka stunting di wilayah tempat mereka mengabdi.

Hal tersebut disampaikan Iriana saat berdialog dengan peserta Sosialisasi Konvergensi Pencegahan Stunting di Desa, yang digelar di The Radiant, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Oktober 2019.

Mengutip data Kementerian Kesehatan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Prevalensi stunting Indonesia berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) 2016 mencapai 27,5 persen.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 persen.

Artinya, secara nasional masalah stunting di Indonesia tergolong kronis, terlebih lagi di 14 provinsi yang prevalensinya melebihi angka nasional.

TAGS : Posyandu Presiden Soeharto Cegah Stunting Joko Widodo

This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin

Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/64047/Atasi-Stunting-Jokowi-Perlu-Tiru-Posyandu-Zaman-Soeharto/