Wakil Ketua Umum KADIN, Suryani Motik
Jakarta, Jurnas.com – Kondisi perekonomian negara imbas pandemi Covid-19 cukup memprihatinkan. Ketidakpuasan terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama mengatasi dampak pandemi Covid-19 menjadi sorotan.
Bahkan, Presiden Jokowi mulai mempertimbangkan untuk mengeluarkan dekrit darurat dalam mengembalikan regulasi perbankan ke kewenangan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Hal itu karena ketidakpuasan atas kinerja OJK selama mengatasi dampak pandemi Covid-19.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bidang Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR), Suryani Motik mengakui, banyak keluhan dari sejumlah pihak kepada KADIN Indonesia mengenai OJK.
“Lambat dalam persetujuan penambahan modal, lambatnya persetujuan pergantian direksi yang bisa 6-8 bulan lamanya. Sering mengeluarkan surat edaran yang biasanya belum diterapkan tapi sudah muncul lagi yang baru. Fasilitas dan gaji yang mereka dapatkan bagai hotel bintang 5, tapi layanan yang diberikan bak hotel melati tanpa bintang,” kata Suryani, melalui rilisnya, Senin (6/7).
Pengusaha yang sering disebut sebagai salah satu srikandi UMKM tersebut menambahkan, jika OJK melaksanakan fungsi pengawasannya dengan baik, tidak mungkin terjadi banyak keluhan dan kasus. Selain itu, Suryani Motik menambahkan bahwa OJK kurang pro terhadap prospek industri keuangan di Indonesia.
“Kalau fungsi pengawasan jalan, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera harusnya sudah selesai dan kasus Jiwasraya tidak terjadi. OJK juga kami nilai kurang proaktif mengatur industri keuangan berbadan hukum seperti Koperasi Simpan Pinjam, padajal omzetnya triliunan. Belum lagi dalam penertiban fintech,” tambahnya.
Di tempat lain, Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) turut memberikan tanggapannya terhadap wacana tersebut. Ia mengatakan bahwa dalam kondisi pandemi seperti ini memang kondisi bisnis jasa keuangan menghadapi situasi yang sulit.
“Kami melihat perlu adanya sense of crisis dari OJK, mengenai wacana yang muncul perlu ditanggapi secara seksama dan perlu kehati-hatian jangan sampai juga melahirkan masalah baru, namun saya juga menilai OJK perlu lebih berhati-hati dan mementingkan kepentingan nasional dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang ada,” jelas Anggawira.
Awalnya kegiatan pengawasan perbankan nasional memang wewenang milik Bank Indonesia, kemudian baru diambil alih OJK setelah dikeluarkan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.
OJK sendiri saat ini masih fokus dalam tugas restrukturisasi kredit dan pemulihan ekonomi nasional. Bersama dengan pemerintah (Kementerian Keuangan), Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam dalam ruang Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), OJK turut serta dalam kebijakan stimulus perekonomian nasional untuk menangani dampak COVID-19.
“Di situasi sulit saat ini kami rasa beberapa kebijakan OJK malah membuat menjadi agak kompleks. Seharusnya OJK dapat bertindak lebih sensitif, Apalagi biaya operasionalnya sendiri mengutip dari setoran lembaga keuangan yang mayoritas sedang mengalami krisis,” tutup Anggawira.
TAGS : Pandemi Covid-19 Kadin HIPMI Ekonomi OJK
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin