Lambat Kucurkan Anggaran COVID-19, Bali dan Belasan Provinsi Dapat Teguran Keras Mendagri

Mendagri Tito Karnavian (BP/Antara)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebanyak 19 provinsi, termasuk Bali, mendapat teguran tertulis dari Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian terkait realisasi anggaran penanganan COVID-19. Hal ini diungkapkan Tito dalam keterangan pers virtual, Sabtu (17/7) malam.

Ia mengatakan teguran tertulis ini disampaikan Sabtu. “Teguran tertulis ini, mohon maaf merupakan langkah yang cukup keras karena jarang kami keluarkan. Kepada 19 provinsi dengan data-data yang kita miliki,” tegasnya.

Mereka disebut belum merealisasikan padahal uangnya sudah ada. Baik itu untuk kegiatan penanganan COVID-19, kemudian insentif nakes, dan lainnya.

“Kami sudah menyisir dan sudah rapat berkali-kali kepada kepala daerah. Masih ada beberapa daerah yang belanja bentuk penanganan COVID dan insentif nakes masih belum banyak berubah,” urainya.

Bali dengan No surat 900/3918/SJ dinilai belum melakukan realisasi innakesda (insentif nakes daerah) yang bersumber dari refocusing 8 persen DAU/DBH TA 2021 yang dianggarkan dalam APBD TA 2021 sebesar Rp 25.225.000.000. Selain Bali, 18 provinsi lain yang mendapatkan surat teguran adalah Aceh, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Babel, Jawa Barat, DI Yogyakarta, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Ia mengatakan masyarakat yang terdampak dari PPKM Darurat ini harus didata dan dibantu. Pemerintah daerah, lanjutnya, harus sharing burden (berbagi beban) karena yang ada pada garis depan adalah pemerintah daerah.

Disebutkannya, yang paling tahu situasi dan kondisi masyarakatnya adalah pemda. Terutama desa dan pemda tingkat II. “Itu yang paling paham situasinya,” ujarnya.

Ia menegaskan sudah ada anggaran dari pusat yang dikucurkan ke pemda. Juga terdapat anggaran pendapatan asli daerah yang bisa digunakan untuk membantu masyarakat. “Ada dua hal yang perlu dibantu, yang pertama jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan sosial, yang kedua adalah stimulan ekonomi agar usaha-usaha mikro, menengah, dan ultra mikro tidak menjadi jatuh atau mati. Mereka tetap harus bisa survive,” paparnya.

Terkait bansos, daerah memiliki anggaran reguler yang ada di Dinas Sosial masing-masing. Problemnya adalah mereka cenderung menunggu program dari pusat. Ini sudah dirapatkan dan diminta daerah segera merealisasikan mata anggaran bantuan sosial, bila perlu dibantu dari BTT (belanja tidak terduga). “Itu dapat digunakan untuk membantu masyarakat yang terdampak di daerahnya,” tegasnya.

Juga dana desa dapat digunakan membantu masyarakat terdampak PPKM. “Bansos ini tidak usah nunggu dari pusat, jadi begitu melihat ada masyarakat yang kesulitan segera untuk dibantu. Prinsipnya adalah tidak melakukan mark up dan memang tepat sasaran pada masyarakat yang benar. Sepanjang itu dilakukan dengan benar, kita akan tanggung jawab,” sebutnya.

Menteri Tito menegaskan ini diskresi kepada kepala daerah. Ia mengatakan ada usulan untuk mengeluarkan Peraturan Mendagri seperti tahun lalu terkait realokasi APBD untuk penanganan pandemi COVID-19, jaring pengaman sosial, dan stimulan ekonomi. “Kami akan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan paling lambat Senin, untuk mengeluarkan aturan, dimana pemerintah daerah bisa merealokasikan APBD mereka untuk jaring pengaman sosial dan stimulan ekonomi. Sehingga ini menjadi dasar betul untuk daerah tidak lagi ragu-ragu merealokasikan APBD nya untuk kepentingan bansos maupun stimulan ekonomi,” katanya memastikan.

Penguatan Hulu

Disampaikan juga dalam keterangan persnya, memperkuat fasilitas kesehatan untuk penanganan COVID-19 di daerah memang penting. Di samping itu perlu usaha di hulu juga agar COVID-19 tidak meluas, yakni melakukan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

Ia mengatakan PPKM ini memang esensinya adalah untuk mengurangi mobilitas dan kerumunan sesuai dengan prinsip di seluruh dunia sudah dilakukan, yaitu 3 M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak serta menghindari kerumunan) dan 3 T (tracing, testing, dan treatment). “Dalam rangka membatasi kegiatan-kegiatan ini memang ada level-levelnya. Nah memang tentunya, pembatasan PPKM itu pasti tidak akan mengenakkan karena ini mengurangi freedom (kebebasan, red). Tapi memang ini harus dilakukan dalam rangka keselamatan rakyat, keselamatan rakyat adalah yang utama,” tegasnya.

Terkait PPKM ini agar dilakukan dengan cara humanis, santun, dan manusiawi. Tidak berlebihan, meskipun tetap tegas. “Perlu ada langkah tegas, tapi sekali lagi humanis, santun, manusiawi, dan tidak berlebihan, tidak menggunakan tindakan eksesif. Yang penting jaga jangan sampai emosi,” katanya mengingatkan. (Diah Dewi/balipost)

Credit: Source link