DENPASAR, BALIPOST.com – Klaster keluarga ini menyumbangkan angka yang cukup tinggi terkait kasus COVID-19. Hal ini karena keluarga sulit menerapkan jaga jarak dalam rumah pada saat salah satu anggota keluarga tertular COVID-19. Demikian dikemukakan Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas COVID-19, Dr. Dewi Nur Aisyah, dalam podcast “Mencegah Terjadinya Klaster Keluarga” yang disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia, Selasa (5/1) dipantau dari Denpasar.
Dewi mengatakan menurut data, di DKI Jakarta terdapat 40,1 persen dari total seluruh kasus berasal dari klaster keluarga. Klaster keluarga ini jumlahnya sudah mencapai 5.552 kasus (4 Juni – 8 November 2020). Total kasusnya dari seluruh klaster keluarga yang ada ini, lanjutnya, mencapai sekitar 42 ribu orang. “Itu menyumbangkan 40 persen dari seluruh total kasus yang ada di DKI Jakarta,” sebutnya.
Hal ini juga terjadi pada saat libur panjang di Agustus, data DKI Jakarta menunjukkan ada peningkatan signifikan pada klaster keluarga ini. “Hal-hal ini yang harus kita hadapi lebih seksama lagi karena klaster keluarga ini berbeda dari klaster-klaster yang lainnya,” jelasnya.
Secara teori, risiko penularannya 10 kali lipat dari klaster yang lain. Sebab, lebih sulit jaga jarak. Penggunaan masker tidak mungkin setiap hari dan setiap saat. “Karakteristik orang berinteraksi di dalam rumah memang lebih dekat,” sebutnya.
Ketika klaster keluarga bermunculan, kita harus lebih waspada kepada sumber-sumber penularannya. Faktor tertinggi penyebab klaster keluarga berasal dari anggota keluarga yang positif di luar rumah atau ada yang berkunjung ke keluarga itu dan tidak menerapkan protokol kesehatan (prokes). “Salah satu kuncinya tetap menerapkan protokol 3M dengan sangat ketat dimanapun berada,” tegasnya.
Klaster keluarga ini menjadi salah satu klaster penyebab tertinggi dari jumlah kasus COVID-19 nasional. Jadi, ketika harus beraktivitas, lihat protokol 3M yang berlaku di aktivitas itu. Lebih baik menghindari karena risikonya lebih banyak, terutama bagi mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko dan memiliki penyakit komorbid.
Jika mencurigai ada salah satu anggota keluarga terkena COVID-19, ia menganjurkan agar melakukan isolasi mandiri. Ketika ada gejala, silahkan dipastikan. Bila tidak ada gejala sama sekali, wajib melakukan isolasi mandiri. “Pastikan tidurnya terpisah dengan anggota lain. Alat makan juga dipastikan pisah dari anggota keluarga yang lain. Jika tidak memungkinkan, lakukan isolasi mandiri yang disediakan pemerintah daerah,” sarannya.
Ketika sudah menjadi suspek, ia mengatakan ada potensi memang terinfeksi COVID-19. Untuk itu, anggota keluarga itu diminta memeriksakan ke fasilitas kesehatan terdekat. Penerapan 3M harus dilakukan, yakni menggunakan masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan dengan air mengalir menggunakan sabun. “Ketika kondisi pandemi berakhir, kita masih dalam kondisi kedaruratan masyarakat. Kita butuh dukungan semua pihak dan mengimplemantasikan 3M karena itu merupakan kunci terbesar untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19,” tegasnya. (Diah Dewi/balipost)
Credit: Source link