INDOPOS.CO.ID – Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan berbagai upaya dalam rangka mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di pasaran. Salah satunya dengan menerapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter dan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diberlakukan pada 1 Februari 2022 lalu.
HET minyak goreng yang ditetapkan oleh pemerintah dengan rincian, minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000 per liter. Namun usai penetapan itu justru kelangkaan minyak goreng terjadi di sejumlah daerah.
Menyoroti fenomena tersebut, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Syahrul Mamma mengungkap beberapa faktor dari masalah yang kerap terjadi ini.
“Masalah ini timbul karena tidak jelasnya manajemen persediaan minyak goreng nasional. Itu terkait cadangan/buffer stock, pengelolaan dan pengawasan distribusi, dan koordinasi antara Kemendag (Kementerian Perdagangan) dengan Kementan (Kementerian Pertanian) serta dengan kementrian/kelembagaan yang terkait,” kata dia, kepada media, Selasa (22/2/2022).
Syahrul yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag itu menjelaskan lemahnya ‘early warning system’ turut menjadi penyebab dari tingginya harga dan kelangkaan komoditas ini.
“Harus diakui ‘early warning system’ kita lemah. Masalah ini sebenarnya terjadi sejak September 2021 di mana sudah ada sinyal kenaikan komoditas sawit dunia. Bahkan hampir setiap tahun situasi seperti kelangkaan ini terus terjadi,” bebernya.
Selain itu, Syahrul juga menyoroti lemahnya posisi tawar regulator terhadap pelaku usaha, sehingga mudah didikte dalam menerapkan kebijakan.
“Dalam kasus ini saya melihat posisi regulator sangat lemah sehingga akurasi dan validasi bahan baku serta persediaan yang rendah menimbulkan ketidakpastian di masyarakat,” ujar dia.
Credit: Source link