JawaPos.com – Seorang pria berinisial PJ, promotor konser K-pop yang mengusung tajuk We All Are One bersama sejumlah orang Korea lainnya diketahui telah ditangkap Ditjen Imigrasi pada Senin, 21 November 2022. Mereka tidak akan dideportasi ke negaranya sebelum mengembalikan dana para pembeli tiket konser.
Hal itu diungkapkan Fritz Hutapea, kuasa hukum PT Visi Musik Asia. Informasi tersebut diterimanya berdasarkan hasil komunikasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti dengan Ditjen Imigrasi dan Kedubes RI untuk Korea Selatan.
“Informasi terakhir yang saya dapatkan, yang bersangkutan dan beberapa orang WN Korea masih ditahan di Ditjen Imigrasi, pending deportation. Deportasi menunggu Park dan tim melunasi kewajiban-kewajiban refund kepada pembeli tiket yang gagal menonton konser,” kata Fritz Hutapea kepada JawaPos.com, Kamis (1/12).
Konser We All Are One awalnya akan digelar pada 11-12 November 2022 lalu. Sayangnya, secara sepihak pihak promotor menunda pelaksanaan konser ke tahun depan. Yang mengkhawatirkan, penundaan itu dilakukan tanpa ada kejelasan dimana lokasi konser akan digelar di 2023 mendatang.
“Pemunduran acara itu setelah uangnya (hasil pembelian tiket dari Tiket.com) ditarik yang katanya untuk acara,” kata putra dari pengacara Hotman Paris Hutapea itu.
Sejauh ini dia melihat belum ada tanda-tanda PJ akan melakukan pengembalian dana. Sebelum ditangkap pihak imigrasi, dia sempat menghubungi PJ untuk menanyakan komitmen pembayaran terhadap kliennya namun tak ada kejelasan. Setelah PJ diamankan, dia tidak lagi bisa menjalin komunikasi. Fritz Hutapea berharap Ditjen Imigrasi melakukan langkah untuk mendorong agar PJ melakukan pengembalian dana kepada masyarakat para pembeli tiket.
“Kuncinya sekarang tergantung sama kebijakan dari Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Widodo Ekatjahjana. Soalnya dia sudah mengeluarkan rilis pers meminta Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian untuk tegas karena banyak masyarakat dirugikan,” katanya.
Menurut Fritz, kliennya memiliki 2 harapan penting dalam kasus ini. Pertama, supaya pekerjaan yang sudah dilakukan oleh kliennya dibayarkan karena sejauh ini PT Visi Musik Asia sebagai salah satu vendor konser We All Are One tidak mendapatkan bayaran dari PJ dan tim. Kedua, berharap supaya dana yang telah dikumpulkan dari masyarakat dikembalikan setelah konser batal digelar.
“Klien kami hanya salah satu vendor mengurus bagian lokalnya. Bahasanya jadi pegawai dan majikannya itu si Korea ini,” tandas Fritz Hutapea.
Selain merugikan masyarakat, PJ bersama sejumlah orang dalam timnya yang berkebangsaan Korea datang ke Indonesia untuk menyelenggarakan konser We All Are One dengan menggunakan visa on Arrival (VOA). Visa jenis ini seharusnya tidak boleh digunakan untuk bekerja.
Editor : Nurul Adriyana Salbiah
Reporter : Abdul Rahman
Credit: Source link