Satu dari Empat Balita Masih Minum Kental Manis

Penelitian yang dilakukan YAICI, PP Muslimat NU dan PP Aisyiyah mengenai Persepsi Masyarakat tentang Kental Manis pada 2020 juga menunjukan hasil yang serupa. Penelitian ini dilakukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT dan Maluku. Total responden adalah 2.068 ibu yangmemiliki anak usia 0 – 59 bulan atau 5 tahun.

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat menerangkan, dari hasil penelitian ditemukan 28,96 persen dari total responden mengatakan kental manis adalah susu pertumbuhan, dan sebanyak 16,97 persen ibu memberikan kental manis untuk anak setiap hari.

Temuan menarik lainnya adalah, kategori usia yang paling banyak mengkonsumsi kental manis adalah usia 3 – 4 tahun sebanyak 26,1 persen, menyusul anak usia 2 – 3 tahun sebanyak 23,9 persen. Sementara konsumsi kental manisoleh anak usia 1 – 2 tahun sebanyak 9,5 persen, usia 4-5 tahun sebanyak 15,8 persen dan 6,9 persen anak usia 5 tahun mengkonsumsi kental manis sebagai minuman sehari-hari.

Dilihat dari kecukupan gizi, 13,4 persen anak yang mengkonsumsi kental manis mengalami gizi buruk, 26,7 persen berada pada kategori gizi kurang dan 35,2 persen adalah anak dengan gizi lebih. ”Dari masih tingginya persentase ibu yang belum mengetahui penggunaan kental manis, terlihat bahwa memang informasi dan sosialisasi tentang produk kental manis ini belum merata, bahkan di ibukota sekalipun,” ujarnya, ditulis Kamis (17/12/2020).

Arif mengatakan, dampak kental manis kepada anak bukan hanya sebatas persoalan gizi, tetapi juga bisa merugikan keuangan negara karena kental manis dapat memacu stanting.

Potensi kerugian negara akibat stanting bisa mencapai 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya. Angka ini cukup besar. Mengacu pada PDB 2019 sebesar Rp15.833,9 triliun, maka kerugian stunting bisa mencapai Rp474,9 triliun.

”Jumlah itu mencakup biaya mengatasi stunting dan hilangnya potensi pendapatan akibat rendahnya produktivitas anak yang tumbuh dengan kondisi stunting,” tandasnya.

Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa mengatakan, media sangat memiliki peran penting di dalam memberikan persepsi kepada masyarakat. ”Betul, bahwa memang media ini memiliki peran penting didalam memberikan persepsi kepada masyarakat tentang kental manis adalah susu,” imbuhnya.

Sedangkan Erna Yulia Soefihara, selaku Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU mengatakan sangat sulit memgubah persepsi di masyarakat bahwa kental manis bukanlah susu. ”Saaf kita melakukan sosialisasi, sudah begitu lama di mereka itu beranggapan bahwa susu kental manis itu sehat. Sudah menjadi kebiasaan, setelah lepas ASI mereka mengganti tidak dengan susu untuk anak, tapi memberikan kental manis,” katanya.

Dr. Tria Astika Endah Permatasari, SKM.MKM, Dosen Prod. Gizi, Fakultas Kedokteran dan  Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta pun mengingatkan pemberian susu untuk anak harus disesuaikan dengan kategori usia.  ”Untuk usia 0-6 bulan, berikan ASI eksklusif, karenazat gizi yang dibutuhkan anak usia 0-6 bulan pertama tersebut, ada pada ASI,” tukasnya.

Lebih lanjut, dr Tria menyebutkan, setelah usia 6 bulan, makanan pendamping ASI (MPASI) menjadi hal yang penting. Selain itu, organisasi kesehatan dunia (WHO) juga menganjurkan anak dapat diberikan susu tambahan karena mengandung banyak zat gizi dan mikronutrien yang diperlukan dalam tumbuh kembang anak seperti fosfor dan kalsium. Namun, yang perlu diingat adalah tidak semua susu baik untuk dikonsumsi anak.

Salah satu jenis produk susu yang sebaiknya tidak diberikan kepada anak terutama bayi dan balita adalah susu kental manis. ”Kental manis sebetulnya bukan susu, dilihat dari tabel kandungan gizi, kentalmanis memiliki kandungan karbohidrat paling tinggi yaitu 55 persen per 100 gram, sehingga tidak dianjurkan untuk balita,” jelasnya.

Anak yang sudah terbiasa mengkonsumsi kental manis akan beresiko mengalami undernutrition dan juga overnutrition. ”Undernutrition atau gizi kurang apabila orang tua merasa anak sudah cukup gizi hanya dengan konsumsi kental manis saja, lalu lupa atau tidak memperhatikan asupan gizi lainnya. Sementara overnutrition apabila anak mengkonsumsi kental manis, dengan porsi yang banyak dan juga konsumsi makanan lainnya seperti snack dan cemilan tidak terkontrol,” pungkasnya. (dew)

Credit: Source link