Syarief Hasan Usul Skema Power Wheeling Dihapus dari RUU EBT

JawaPos.com – Wakil Ketua MPR Syarief Hasan meminta pemerintah dan DPR untuk menghapus skema power wheeling yang ada dalam Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT). Menurut Syarief, skema itu meliberalisasi sektor kelistrikan yang justru bisa merugikan negara.

“Jika klausul tersebut diloloskan, ini sama dengan liberalisasi sektor kelistrikan yang bertentangan dengan UUD 1945. Sebab listrik merupakan kebutuhan dasar rakyat yang harusnya dikuasai oleh negara,” kata Syarief di Jakarta, Kamis (12/1).

Skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Melalui skema itu, produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP) bisa menjual listrik langsung kepada masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.

Selain itu, skema power wheeling juga membuat aset yang semestinya bisa dimaksimalkan oleh negara malah justru harus berbagi dengan swasta. Kondisi tersebut bisa memberatkan PLN sebagai operator.

PLN merupakan perusahaan pelat merah yang selama ini lini bisnis utamanya adalah penjualan listrik dari investasi pembangunan infrastruktur. Dengan adanya skema power wheeling, infrastruktur yang dibangun oleh PLN memakai investasi internal maupun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) malah justru dinikmati oleh swasta.

“PLN juga akan kehilangan pasarnya karena swasta bisa langsung menjual listriknya ke masyarakat,” kata Syarief dikutip dari Antara. Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa tantangan PLN saat ini adalah mengatasi kelebihan pasokan atau oversupply.

Jika skema power wheeling diterapkan, maka hal itu akan semakin memperlebar kelebihan pasokan. Tak hanya kehilangan pangsa pasar, dampak dari oversupply PLN harus membayar take or pay (TOP) dimana selama ini TOP disubsidi oleh pemerintah.

Syarief menyampaikan bahwa skema power wheeling bisa membuat beban APBN menjadi lebih besar. Di satu sisi, dengan kehilangan pasar, maka pendapatan PLN akan berkurang yang berdampak pada penerimaan negara berupa deviden, setoran pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Meski berhasil diterapkan di negara lain, saya menilai skema itu belum tentu cocok diterapkan di Indonesia. Saya melihat lebih banyak mudaratnya jika kebijakan ini diterapkan di Indonesia,” katanya.


Credit: Source link